RS Salamun Bagian 3

Hari ini Rabu (15 Mei 2013) sesuai dengan jadwal semula, saya hendak kontrol ke RS Salamun. Seperti biasa, saya berangkat pagi ke kantor, lalu meminta ijin kepada kepala departemen. Setelah diijinkan, saya bergegas berangkat ke RS Salamun. Sekitar pukul 07.50 saya sampai di lokasi, parkir kemudian mengambil antrian askes seperti hari senin kemarin. Saya dapat nomor 242, tercatat sisa antrian sekitar 120 orang lagi. Lebih pagi tapi ternyata antrian lebih jauh.
Sambil menunggu panggilan, saya mengambil hasil USG hari senin di bagian radiologi. Disana masih sepi. Tidak sampai 5 menit ada petugas yang muncul (namanya nawawi kalo ga salah), saya tanyakan hasil usg saya hari senin dan ternyata sudah ada. Saya ambil dan kemudian saya kembali ke ruang pendaftaran untuk menunggu panggilan.
Saya siapkan berkas untuk pendaftaran (kartu berobat, kartu askes dan surat rujukan). Sekitar 30 menit baru nomor saya dipanggil. Saya disuruh ke loket 5 (membuat SJP), setelah selesai disuruh ke loket 3 (legalisasi). Potong cerita, setelah dari loket 3 saya kemudian ke kassa membayar sharing dokter askes Rp 5.000,-. Kemudian berkas yang ada (SJP saja) diberikan kepada petugas di ruang bedah urologi. Ternyata disana sudah antri 5 orang (saya orang ke enam). Dan dokternya belum datang, katanya mulai pukul 09.00 mulainya.
Singkat cerita, saya dipanggil oleh dokter dan saya serahkan hasil laboratorium serta USG. Dokter sedikit bingung dengan hasil USG. Yang dikeluhkan sakit ginjal bagian kiri tapi terlihat kondisinya lebih baik dari bagian kanan. Dan tidak terlihat adanya batu pada kedua ginjal. Namun untuk memastikannya, dokter meminta saya untuk melakukan tindakan radiologi kembali, namun jenisnya berbeda yaitu BNO IVP. Saya hanya manut saja, karena tidak tahu apa-apa. Saya diberi pengantar ke bagian radiologi dan ganti resep untuk obat pelancar buang air kecilnya. Saya diminta kembali kontrol tanggal 27 Mei 2013 dengan membawa hasil BNO IVP. Namun selain ke bagian radiologi, saya juga dibuatkan pengantar ke bagian THT, karena kebetulan hidung sedang mampet.
Setelah selesai, keluar ruangan saya langsung ke sebelah (apotek) untuk menyerahkan resep. Namun dikatakan oleh petugasnya bahwa resepnya yang ini tidak ditanggung oleh akses. Jadi harus di tebus di apotek luar. Akhirnya saya ambil kembali resepnya dan berniat menebusnya nanti setelah selesai urusan.
Kemudian saya bergegas kembali ke loket 6 untuk memberikan rujukan dari dokter tadi. Saya dibuatkan SJP-nya. Setelah selesai, saya tanyakan, mesti ke kassa dulu tidak? petugas tidak tahu pasti, ia menanyakan dulu kepada rekannya yang lain. Dan hasilnya, iya saya mesti ke kassa dulu.
Saya pikir untuk BNO IVP biaya tidak akan nyampe 100 ribu, ternyata kena Rp 215.000,- wahhhhh…Saya bilang sama petugasnya, nanti dulu bu saya mau ke ATM dulu. Di luar ada ATM BNI dan BRI. Untung saja uang makan sudah masuk ke rekening BNI, langsung saya ambil uang secukupnya dan kembali ke kassa.
Setelah selesai urusan di kassa, saya menuju ke bagian radiologi dan menyerahkan berkas yang ada. Petugas yang ada kebetulan kembalai pak Nawawi (tenyata benar namanya). Ternyata untuk pemeriksaan BNO IVP tidak dapat langsung dikerjakan, karena ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan BNO IVP. Pak Nawawi kemudian mengambil selembar kertas yang sudah ada catatan dan mengajak saya ke ruang sebelah untuk menerangkan beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum melakukan BNO IVP ini. (penjelasan lengkapnya nanti menyusul yah)
Setelah dijelaskan dengan panjang lebar persyaratan untuk BNO IVP ini, kemudian saya pamit (BNO IVP direncanakan hari senin tanggal 20 Mei 2013 pukul 07.30). Kemudian menuju ke poli THT. Saya serahkan berkas yang ada kepada suster yang ada. Suster menanyakan legalisasi dari askes di SJP nya mana? nah loh..jadi bingung saya..saya bilang hanya itu dari askesnya. Suster menyuruh saya kembali ke askes untuk minta legalisasi dan membayar ongkos sharing dokternya. Makin bingung. Padahal tadi saya ke askes (daftar) semua berkas saya kasihkan termasuk rujukan ke poli THT dan di kassa juga tidak ditagih. Akhirnya dengan sedikit dongkol saya kembali lagi ke pendaftaran. Saya tanyakan kenapa ini tidak dilegalisasi? ternyata petugas tidak ngeh, dia menyangka saya hanya ke bagian radiologi saja. Akhirnya SJP saya dilegalisasi, hanya cap askes doang. Ke kassa lagi untuk membayar Rp 5.000,-. Lanjut ke poli THT.
Di Poli THT sudah ada beberapa yang menunggu. Kalo dijadwal, dokter itu adanya dari jam 08.00, namun karena satu dan lain hal baru bisa datang jam 11.00 katanya. Saat itu waktu menunjukkan pukul 10.30, jadi menunggu deh. Singkat cerita lagi, datanglah dokternya, pasien mulai dipanggil dan ternyata setiap pasien tidak terlalu lama diperiksa. Kurang dari 5 menit saya rasa. Jadi penasaran. Giliran saya dipanggil, langsung disuruh duduk di kursi pemeriksaan. Dokter langsung bertanya dan harus dijawab dengan tegas. Kurang sreg rasanya saya dengan dokter yang satu ini. Dan sama seperti pasien sebelumnya, tidak sampai 5 menit selesai juga.
Kenapa saya tidak sreg dengan cara pemeriksaannya? Karena seolah-olah pasien ini tidak boleh berbicara. Hanya boleh menjawab saja dan itu pun harus dengan tegas dijawabnya. Lain rasanya dengan dokter THT saya yang lalu. Dia mempersilahkan saya menceritakan apa yang dirasakan dan lainnya. Setiap dokter punya cara masing-masing saya rasa.
BTW, pada saat diperiksa, dokter mengatakan kemungkinan saya ini alergi akan udara dingin dan debu. Saya diminta untuk menghindari udara dingin, makan pedas, minum yang dingin dan ujan-ujanan. Saya juga diminta untuk meminum resep yang akan diberikan. Sebelum dokter tuliskan resep, saya katakan saya sudah ada resep dari dokter urologi dan senin saya akan ke lab radiologi jadi harus ada puasa dan tidak boleh meminum obat sehari sebelum pemeriksaan radiologi. Dengan muka yang tegas, dokter THT itu mengatakan ya sudah, nanti saja kalo obat dari urologi selesai, kembali kontrol ke poli THT.
Akhirnya saya pulang ke kantor, ke parkiran ambil motor dan jalan. Tuh kan jadi kelupaan, tadinya kan mau ke apotek yang di depan, nebus obat. Udah jauh baru inget. Akhirnya saya tebus obat di apotek dekat kantor, harganya Rp 53.000,-
Sampai di kantor baru inget lagi, di apotek seharusnya saya juga beli dulcolax sup untuk persiapan BNO IVP. UDah tua kayaknya..lupa terus…
Udah dulu ah, nanti di lanjut lagi…

Published in: on 15 May, 2013 at 6:58 am  Comments (4)  

RS Salamun bagian 2

Mari kita lanjutkan kembali..
10. Di kamar bedah urologi saya berikan berkas kepada petugas yang ada di meja (kalo perempuan saya panggil suster, kalo laki-laki apa yah?). Kemudian saya disuruh nunggu. Ternyata ada 3 pasien yang telah menunggu, sementara dokter masih memeriksa satu orang. Dokter yang bertugas saat itu Dr. Wendy, Sp.U.
11. Menunggu tidak sampai 30 menit, tiba giliran saya. Saya bercerita tentang riwayat batu ginjal yang diderita. Oleh dokter diberikan pengantar untuk periksa darah dan melakukan USG. Selain itu dokter juga memberikan resep untuk ditukar di apotek (sebelah ruang prkatek). Dokter memberikan obat pelancar kencing dan obat prostat (katanya untuk memperlebar jaringan ureter agar batu mudah keluar). Jika hasil sudah ada hari rabu (15 Mei 2013), dokter menyarankan saya untuk kembali ke RS Salamun untuk memeriksa hasilnya.
12. Selesai dari dokter, saya memberikan resep ke apotek sebelah dan diberikan nomor antrian nomor 67. Saya beritahukan saya mau periksa lab dan usg dulu kepada petugas apotek. Petugas mengatakan iya, lalu saya bergegas ke loket 6 untuk dibuatkan kembali SJP atas pengantar dokter wendy.
13. Di loket 6 saya berikan semua berkas yang diberikan dari dokter wendy. Tidak lama, SJP selesai, seperti biasa, saya tanyakan harus kemana lagi? Saya ditanya mau ke periksa darah dulu apa USG? Saya bilang periksa darah dulu. Saya disuruh mengikuti arah yang dia katakan.
14. Akhirnya saya sampai di laboratorium. Kemudian saya berikan berkas untuk cek darah. Namun ternyata saya disuruh ke kassa dulu, karena ada satu tes yang tidak dibayarkan oleh askes. Dalam hati, koq loket 6 malah menyuruh langsung ke lab? Gpp, saya langsung ke kassa untuk membayar item yang tidak ditanggung askes. Di kassa saya langsung utarakan niat untk membayar item dimaksud, dan biaya yang harus dibayarkan adalah Rp 7.500,-. Sebelum saya bayar, saya tanyakan pula apakah item untuk usg juga mesti ada yang dibayar? Ternyata benar, untuk usg pun diharuskan membayar Rp 40.000,-. Akhirnya saya membayar total Rp 47.500,-.
15. Setelah selesai, kembali saya ke laboratorium dan kemudian saya disuruh untuk menunggu. Tidak sampai 2 menit, saya dipanggil untuk diambil darah. Darah pun diambil dan selesai. Hasilnya bisa diambil nanti siang jam 12.30 atau jam 13.00, begitu susternya bilang.
16. Setelah itu saya ke bagian radiologi untuk melakukan USG. Karena sudah membayar, saya berikan semua berkas dan disuruh siap-siap (maksudnya kondisi agar ingin buang air kecil) dan menunggu di depan tempat USG.
17. Saya menuju tempat USG, dan tenyata ada antrian 2 oarng lagi. Sambil menunggu di panggil, saya beli air mineral dulu agar dorongan buang air kecil semakin tinggi. Saya pergi ke tempat fotokopi, disana juga seperti kantin, ada makanan dan minuman tanpa tempat duduk.
18. Setelah membeli air mineral, saya kembali ke tempat USG. Air saya minum sampai habis. Disini saya menunggu cukup lama. Setelah pasien berikutnya masuk, saya kembali ke fotokopi untuk membeli air, karena dorongan untuk buang air kecil masih sedikit. Saya membeli sebotol lagi dan kembali saya minum habis sambil menunggu kembali di tempat usg. Saya menunggu lama sekali, sampai sudah tidak kuat menahan buang air kecil.
19. Akhirnya saya dipanggil juga, langsung saya tanyakan apa yang harus saya lakukan, karena saya sudah kebelet buang air kecil. Oleh dokter USG saya disuruh langsung berbaring. Dan tidak selama pasien-pasien sebelumnya, pemeriksaan usg telah selesai. Hal ini dikarenakan keadaan saya yang sudah kebelet bagus untuk pemeriksaan USG. Pasien-pasien sebelumnya belum mau buang air kecil.
20. Setelah selesai, sambil buru-buru membetulkan pakaian, saya tanyakan berikutnya apa lagi? Saya disuruh ke tempat pendaftaran radiologi untuk menunggu hasilnya. Setelah pamit langsung saya menuju toilet. Seerrrr lega rasanya.
21. Dua pemeriksaan telah selesai, giliran menunggu hasilnya. Pukul 12.30 saya menuju laboratorium untuk menanyakan hasil lab saya. Namun dikatakan belum selesai. Sambil menunggu saya tanyakan pula hasil USG, juga belum selesai. Akhirnya cari makan dahulu, karena dari pagi belum makan, lapar rasanya.
22. Pukul 13.30 kembali ke laboratorium, saya tanyakan kembali hasil lab saya. Namun masih belum selesai. Akhirnya saya tunggu di depan laboratorium persis terlihat oleh petugas laboratorium. Setelah ditunggu-tunggu sekitar 10 menit kemudian petugas lab memanggil, dan memberikan hasil lab. Hasil lab saya ambil dan tandatangani. Sambil berucap terima kasih, saya kembali menuju ke bagian radiologi untuk menunggu hasil USG.
23. Cukup lama menunggu di bagian radiologi. Sehingga akhirnya petugas terdengar mengatakan hasil USG paling nanti sore setelah dokter USG memeriksa semua pasien USG. Waduhh..kalo gitu bisa sampe sore kemaleman selesainya, padahal saya berjanji kembali ke kantor.
24. Akhirnya saya bertanya ke petugas radiologi, apa hasilnya bisa saya ambil hari rabu? jawabannya bisa, tinggal bilang nama dan hari apa di USG nya. Ok lah kalo begitu..Nanti rabu saja saya ambil sekalian konsultasi dengan dokter wendy.
25. Akhirnya saya menuju ke parkiran dan ambil motor, bayar parkir Rp 2.000,- menuju ke kantor.
26. Sampai di kantor sekitar pukul 15.00
Sekian kisah di RS Salamun dalam satu hari..kisah berikutnya menunggu hari rabu

Published in: on 14 May, 2013 at 5:07 am  Leave a Comment  

RS Salamun bagian 1

Hari Senin (13 Mei 2013), dengan niat kembali ke RS Salamun, Saya berangkat pergi bekerja seperti biasanya. Setelah di kantor, kembali saya bercerita kepada kepala departemen mengenai kondisi saya dan meminta ijin kembali untuk berobat dan insya allah siang kembali ke kantor. Setelah diijinkan, lalu saya bergegas ke RS Salamun. Berikut tahapan saya berobat di RS Salamun :
1. Pada pintu masuk ada pengambilan nomor antrian, saya menekan tombol askes (karena peserta askes) dan muncul nomor antrian 337. Sedangkan pada saat itu, antrian askes baru 296, jadi menunggu sekitar 40 orang lagi. Sambil menunggu disiapkan berkas yang diperlukan yaitu rujukan dari puskesmas dan kartu askes.
2. Kemudian nomor antrian 337 dipanggil dan disuruh ke loket 5 (loket askes yaitu 5 dan 6). Surat rujukan dan Kartu Askes saya berikan kepada petugas. Di loket 5 ini ternyata dibuatkan SJP (Surat Jaminan Pemeriksaan). SJP selesai
3. Setelah selesai di loket 5, kemudian disuruh ke loket 3. Di loket 3 ini saya berikan surat rujukan, kartu askes dan SJP dari loket 5 tadi. Namun di loket 3 ini agak sedikit ramai, karena banyak orang yang berdesakan. Karena saya baru berobat ke RS Salamun, maka proses agak lama. Saya disuruh untuk duduk kembali, jika selesai nanti akan dipanggil.
4. Sekitar 10 menit kemudian saya dipanggil, dan diminta KTP. Saya berikan KTP, petugas mencatat data di KTP. Selesai mencatat KTP, petugas meberikan KTP beserta Kartu Berobat RS Salamun. Petugas meminta saya untuk melaminating kartu berobat tersebut dan jika selesai bawa kembali kepada dia.
5. Saya bergegas ke tempat fotokopi (jarak sekitar 15 meter dari loket 3, untung deket..), disana saya laminating kartu berobat saya. Biaya Rp 2.000,- saja.
6. Saya kembali ke loket 3 dan memberikan kartu berobat yang telah dilaminating tersebut. Petugas kemudian memberikan semua berkas yang saya berikan ditambah berkas berobat saya (map medical record). Kemudian saya bertanya harus ke bagian mana lagi? Petugas menjawab, langsung ke kassa saja(jaraknya sekitar 8 meter).
7. Saya bergegas ke kassa, ternyata di kassa ada yang antri 5 orang. Di kassa tertulis biaya sharing dokter untuk peserta askes Rp 5.000,-. Saya siapkan uang Rp 5.000,-. Saat giliran saya, ternyata saya kena biaya Rp 10.000,-. Rupanya untuk pasien baru, dikenakan juga biaya pendaftaran yang besarnya Rp 5.000,- dan selanjutnya tidak dikenakan biaya pendaftaran lagi.
8. Selesai bayar, seperti biasa saya bertanya kepada petugas kassa, selanjutnya kemana lagi? Petugas menjawab, kalau dilihat dari rujukannya, ke ruang bedah kamar 18. Saya bergegas ke ruang bedah (jaraknya sekitar 8 meter juga).
9. Di kamar 18 saya serahkan berkas ke petugas (suster yang ada di meja). Saya ditanya keluhannya apa, kemudian saya jawab batu ginjal, oleh suster tersebut saya disuruh untuk ke ruang bedah urologi yang ternyata tempatnya persis di sebelah saya mengambil nomor antrian. Bergegas saya menuju ruang yang dimaksud.
10. bersambung…

Published in: on 14 May, 2013 at 3:42 am  Leave a Comment  

Puskesmas

Hari Sabtu (11 Mei 2013), memeriksakan diri ke puskesmas tempat dimana askes-nya terdaftar. Dan meminta rujukan ke spesialis ginjal. Diberikan rujukan ke RS Salamun (Ciumbuleuit). Hari itu juga bergegas menuju RS Salamun. Namun karena minimnya informasi sebelumnya, ternyata hari sabtu tidak ada jadwal praktek pasien spesialis, hanya unit UGD saja yang tersedia. Jadwal praktek hanya dari hari Senin sampai Jumat saja. Akhirnya pulang kembali dengan niat senin akan kembali.

Published in: on 14 May, 2013 at 3:14 am  Leave a Comment  

Batu Ginjal

Hari Kamis (9 Mei 2013) yang bertepatan dengan tanggal merah, sekitar pukul 04.00 perut terasa melilit kembali. Diperkirakan ada lagi batu ginjal yang bergerak di dalam ginjal. Namun kali ini terasa di ginjal sebelah kiri. Sebelumnya (2007 & 2012) hanya terjadi di ginjal sebelah kanan. Sakitnya luarrrr biasa. Otomatis seharian hanya beristirahat, karena kalau terlalu banyak bergerak, sakitnya terasa kembali. Hari Jumat (10 Mei 2013) dicoba untuk masuk kerja, namun kadang masih terasa sakit, sehingga meminta izin untuk beristirahat. Dan benar saja, setelah di rumah minum air kelapa ijo rasa sakit kembali terulang. Sehingga akhirnya hari itu pun beristirahat kembali di kasur.

Published in: on 14 May, 2013 at 3:09 am  Leave a Comment